INDONESIA, aku ga mudeng akronimnya dan aku juga ga ngerti kehebatan kata Indonesia itu seperti apa. Yang aku tau sejak dulu Negara ini rakyatnya terkenal dengan sikap gotong royong, bahu membahu atau frasa ketika aku masih es ed dulu, berat sama dipikul ringan sama dijinjing, dan kedua terakhir welas asih dan mudah simpatik.
Pemilu Simpatik di negeri tepo sliro ini untuk kali kedua setelah SBY yang dikatakan “anak SD” itu, lalu sebarisan panjang ibu-ibu dari Sabang sampai Merauke semuanya merasa kasihan dan hiba. “Mosok iyo wong Jendral dibilang anak SD” maka Soesilo Bambang Yudhoyono pun jadilah presiden.
Menyusul pemilu 2024, dengan tiga pasangan calon presiden, Capres kedua dari awal kemunculannya sudah habis, dicuci dikuliti lalu digoreng. Dua pasangan Capres lainnya menyaksikan teatrikal politik mutilasi ini seperti merasa diatas angin.
Dan barangkali sangat mungkin bisa terjadi, kalau diam-diam tanpa sepengatahuan pasangan capres yang sedang duduk di atas angin, tim suksesnya merapat ikut menikmati gorengan capres dua.
Dan barangkali sangat mungkin bisa terjadi, mereka serius membicarakan soal skenario bantai membantai (bukan kayak film G30S PKI) tapi hujat menghujat, perendahan martabat, termasuk buka lapak baru dagang Asam Sulfat. Tujuannya tidak lain berharap rasa simpati dan rasa hiba dari kaum mak mak, termasuk kaum bapak-bapaknya yang cemen. Maka penuhlah kotak suara Capres Kedua.
Dan barangkali sangat mungkin bisa terjadi, kalau dua pasangan Capres yang asyik duduk di atas angin itu ga tau kalau ada adegan seperti di atas dalam scenario cuci kuliti dan goreng itu. Sebagai tim sukses posisi mereka masih benar berada dalam kedua kubu. Tapi dibelakang mereka ga tau kalau kelingkinnya berkait…..hahahahahaha. Sebab ini bukan soal ideology tapi soal kebutuhan dan soal ekonomi.
Ketika Pasar Waralaba Mencuci Otak Rakyat
Soal Cuci Kuliti dan Goreng itu salah satu kelebihan bangsa kita selain sangat mudah tergiur dengan isu harga murah, diskon dan apalagi gratis. Bahkan bangsa lain yang usaha cari makan dengan nitip saham ke Negara ini, bangsa kita ngasih jalan cari keuntungan untuk mereka, dengan menjual kelebihan masyarakatnya ini.
Pasca pemilu dan mendekati puasa ramadhan tiba-tiba harga beras melambung, sembako terbang tinggi, jeritan masyarakat sudah dimulai sejak masa kampanye, apalagi setelah pemilu, jeritannya nyaris tak terdengar. Kayaknya pita suara mereka sudah cedera, sebab kata dokter THT cedera pita suara terjadi ketika otot dan pita suara terluka karena terlalu sering digunakan.
Situasi sedang kayak begini tiba-tiba pasar waralaba melalui membrannya teriak-teriak soal pakaian dengan harga diskon, dari mulai 30 – 70 persen. Mendengar informasi ini maka tak ayal sebagian masyarakat pinggiran pada berdatangan ke kota nyerbu pasar waralaba.
Tulisan diskon ditumpukan pakaian yang menyebar dimana-mana terpampang besar, dari mulai ibu-ibu, bapak bapak dan anak-anak muda berlarian mengejar diskon. Mereka tidak sadar kalau sedang menjadi target pembodohan besar besaran oleh saudara mereka sendiri yang mengelola saham-saham waralaba itu.
Pakaian yang mereka jual adalah pakaian pakaian yang sudah tidak laku dijual, lalu mereka keluarkan lagi dengan alasan cuci gudang. Sebelum pakaian-pakaian itu mereka keluarkan semua sudah disetting sedemikian rupa.
Harga celana jean yang sudah tidak terjual dengan harga awalnya Rp.185.000 dinaikkan menjadi Rp 400.000 lalu dipajang dengan diskon 50%, dan semuanya dibuat seperti itu. Ini sebenarnya bukan cuci gudang melainkan cuci otak. (acep syahril)