Indramayu, medianetral.com – Penyair, Acep Syahril, menegaskan di forum bedah Buku Kumpulan Puisinya “Rumah Sakit Cinta Kematian Koruptor”, bahwa dalam proses kreatifnya dikatakan dia tidak mau terjebak dalam tradisi menulis puisi melalui karya-karya penyair penyair terdahulu.
“Maksud saya bukan ingin menghindari keterpengaruhan gaya penulisan seperti Sapardi Djoko Damono, Joko Pinurbo, Abdul Hadi WM dan lain-lain. Bukan. Artinya menjadi penulis puisi itu bukan tradisi, mengikuti teknik penulisan puisi seperti yang kita baca. Ada diksi, rima, gaya bahasa, tema dan imajinasi, tapi benar-benar dipikirkan dan diolah melalui techniques and knowledge,” jelasnya.
Teknik dan pengetahuan itu benar-benar harus dikuasai, persoalan keterpengaruhan gaya puisi-puisi penyair terdahulu kecil kemungkinan terhindari. Tapi paling tidak ada keberanian lain untuk bisa memperkaya puisi tersebut, tambahnya.
Sementara Remmy Novaris DM, selaku pembicara yang berusaha masuk pada puisi-puisi Acep Syahril, mengakui kalau pada buku kumpulan puisinya ini ada yang membuatnya bertanya-tanya.
Pertama sepengetahuan dia puisi-puisi Acep Syahril yang dia ketahui selama ini adalah puisi-puisi mimbar dengan gaya konfensional. Sebagaimana yang dia bacakan dijalan-jalan selama puluhan tahun itu.
“Tapi pada puisi-puisi di buku Rumah Sakit Cinta Kematian Koruptor ini saya menangkap kekentalan metaphor yang membuat saya tidak bisa konsen pada satu atau dua puisi saja untuk mengamatinya. Dan tidak hanya pada puisi-puisi magis saja muncul kesan surealisme, pada puisi cinta dengan menyeret idiom local pun ada kesan surealismenya. Ini yang menarik,” papar Remmy dengan mencontohkan salah satu puisi:
Mangga
memikirkan mu tidak lagi seperti mengenang
seorang gadis sebab akar mangga yang
menggelung di lubuk hatiku telah menjerat
banyak masa lalu dan kini akar yang menyerupai
nasogastric tube pada rongga pikiranku pun
telah membuahi banyak puisi
dan perlu kau ketahui buah mangga yang matang
itu adalah gadis yang pernah aku perawan di
tengah malam buta kini dia telah melahirkan
banyak kata-kata atau imajinasi yang gagal
membuahi sedikit rencana yang kemudian
berubah menjadi arwah jahat
tapi arwah jahat itu tak mampu mensurupi
daun-daun mangga karena mereka tau
dahan dan ranting serta pohonan mangga
itu senantiasa mengirim doa sebelum
sampai pada perkebunan yang sebenarnya
_indramayu 2023_
Bedah buku yang dipandu Surahman Arip, Pengelola Kafe Wira Juara ini, mewakili Owner, H. Rizqi Amali Rosyadi (yang tengah menjalankan ibadah haji ke tanah suci).
Dituturkan Surahman Arip, bahwa H. Rizqi Amali Rosyadi selalu terbuka bagi masyarakat Indramayu khususnya kaum muda kreatif yang ingin menggelar atau mengekspresikan karya-karyanya di Kafe Wira Juara.
Kegiatan ini selain dihadiri penyair Ilhamdi Soleh, Enthieh Mudakir, juga hadir Ketua Dewan Kesenian Indramayu, Ray Mengku Sutentra, Pemusik Jalanan Uthekras Uus, Subiyanto, seniman-seniman muda Indramayu Barat, dan bahkan sejumlah guru, seperti Masruri, M.Pd, dan lain-lain. (Yogie)